Jumlah penduduk China pada pertengahan 2014 diperkirakan mencapai 1,355,692,576 (July 2014 est.) atau sekitar 20% dari penduduk dunia, belum termasuk Hong Kong, Makau, dan Taiwan. Tantangan demografi yang dihadapi China saat ini, antara lain populasi yang menua, dan tingginya tingkat cacat lahir di wilayah tertentu. Ketidakseimbangan rasio gender pada dasarnya tidak terlalu tajam, yakni laki-laki: 51,3%, perempuan: 48,7%, namun isu yang berkembang adalah sulitnya kaum laki-laki mencari pasangan hidup akibat paradigma sosial yang mengakibatkan kaum perempuan Tiongkok lebih memilih pasangan hidup yang berada ataupun expatriat. Pertumbuhan penduduk di China diperkirakan akan terus meningkat tajam mulai dari tahun 2016 sampai tahun 2040.
Sebanyak 128 juta penduduk atau 13.4 persen dari total penduduk Tiongkok hidup di bawah garis kemiskinan, karena China menaikkan standar garis kemiskinan menjadi 1.500 yuan atau US$ 230 per tahun (setengah dari standar garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia). Untuk itu, Pemerintah china telah menyusun rencana program pengentasan kemiskinan 10 tahun (2011–2020). Sementara itu pada pertengahan 2012, tingkat pengangguran di RRT mencapai 4,1% dari total penduduk China. Untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan, pemerintah Tiongkok telah menciptakan 10,24 juta lapangan pekerjaan baru pada akhir bulan September 2012. Selain itu sebagai upaya memperluas penyediaan keamanan sosial bagi penduduknya, pemerintah Tiongkok telah memberikan jaminan social security untuk 90 persen penduduknya, serta memberikan rural pension scheme untuk 330 juta petani yang berumur 60 tahun lebih dengan tunjangan bulanan yang bervariasi sesuai tingkat standar penghasilan daerah mereka.
C. PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN DI CHINA
Pertumbuhan dan pembangunan pesat yang terjadi pada Cina merupakan suatu fenomena yang banyak menyita perhatian internasional. Kesuksesannya untuk bangkit dari keterpurukan dan dinamika dalam negeri pasca perang sipil yang berujung pada kemenangan Partai Komunis Cina memberikan sejarah baru bagi keberlangsungan Cina sebagai sebuah negara. Pada periode 1949 – 1976, tidak ada pembangunan signifikan yang terjadi pada Cina, hingga kemudian pada 1978, Deng Xiaoping pemimpin baru yang menggantikan Mao Zedong melakukan reformasi pada politik dan ekonominya dan memutuskan untuk memulai modernisasi. Partai Komunis Cina mulai mengikuti langkah negara tetangganya seperti Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, dan Singapura untuk mencapai kemakmuran dengan kebijakan yang berorientasi pada ekspor, sehingga tidak lama kemudian mengakibatkan investasi dan join ventur membanjiri Cina, dan membawanya pada posisi sebagai factory of the world
Pembangunan perekonomian yang pesat merupakan akibat dari reformasi politik yang dilakukan oleh Cina. Segala kebijakan yang diambil harus mendukung pembangunan perekonomian, dan dari perubahan politik pula, Cina dapat memulai usahanya untuk melakukan modernisasi. Hal ini terlihat pada tahun 1988, dimana Cina mulai melegitimasi perusahaan swasta, kemudian menetapkan ekonomi pasar sosialis pada 1993, dan mulai menganggap perusahaan swasta sama pentingnya dengan pelaku ekonomi negara pada 1999. Bahkan, angkatan pertahanan Cina menjadi salah satu aktor yang harus menjadi penyokong pembangunan perekonomian negeri tirai bambu tersebut. Tiga puluh tahun setelah melakukan reformasi, pembangunan ekonomi Cina memperlihatkan kemajuan yang besar, terlihat dari Cina yang telah menjadi negara perdagangan terbesar dunia kedua pada tahun 2008 serta melampaui Jepang berdasarkan ukuran Gross Domestic Product (GDP) pada 2010. Selain itu, pada periode 2008-2012, pertumbuhan GDP Cina telah mengalami peningkatan dengan angka sekitar 10% pertahunnya.Hal ini berbeda dengan Amerika Serikat sebagai negara dominan saat ini yang mana pascakrisis finansial 2008, tingkat pertumbuhan GDP Amerika Serikat justru menunjukan angkayang rendah, yaitu hanya sekitar 2% hingga periode 2012.Pembangunan pesat yang terjadi pada Cina dan kemampuannya yang mulai mampu mengejar negara-negara besar khususnya secara ekonomi kemudian menjadi penting untukdianalisa. Hal tersebut dikarenakan, sebagaimana yang dijelaskan dalam teori power transitions, pembangunan pesat yang terjadi pada suatu negara sewaktu-waktu akan menimbulkan dampak terhadap negara lain, khususnya terhadap negara yang menjadi pemimpin‘ dalam sistem internasional.
Dalam hal ini, negara yang mengalami pertumbuhan pesat dapat saja menjadi penantang yang potensial bagi negara dominan dalam sistem internasional, khususnya apabila pertumbuhan yang dimilikinya mulai mengejar dan setara dengan negara dominan. Selain itu, peningkatan pesat yang terjadi pada suatu negara juga dapat memicu timbulnya keinginan untuk mengubah sistem yang ada oleh negara yang mengalami peningkatan power.
Sepeninggal Mao Zedong pada 1976, Cina mengalami disfungsi dan kemunduranekonomi yang membawanya pada situasi kritis, dan lebih dari 900 juta rakyat Cina menuntut untuk dilakukannya perubahan pada politik. Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1978,Deng Xiaoping muncul sebagai tokoh pemimpin baru bagi Partai Komunis Cina yang kemudian melakukan reformasi pada perekonomian. Reformasi ekonomi tersebut dapat dijelaskan dalam tiga preposisi, yaitu berupa mulai dibukanya ekonomi Cina terhadapinvestasi asing dan private ownership, memperbolehkan kekuatan pasar Mempengaruhi harga dan alokasi barang, serta mengharuskan material incentives menjadi mekanisme utama dalammenstimulasi peningkatan produktivitas dan efisiensi. Reformasi ini sendiri dilakukan dengan slogan reforming and opening, yaitu modernisasi yang dilakukan dengan menggunakan ilmu dan teknologi Barat yang dilakukan dengan aturan sosialis. Pada pertengahan 1990an, produk Cina telah memasuki hampir seluruh pasar diseluruh dunia. Istilah Made in China
juga menjadi hal yang tidak dapat disangkal dan mulai umumditemui pada barang-barang impor di berbagai negara, serta dikenal sebagai barang cheapbut well-made.
Selain itu, saat negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan negara di Eropa telah mengalami kemerotosan perekonomian akibat krisis yang menimpanya, Cina bertahan sebagai kekuatan yang memperlihatkan pembangunan yang stabil, terlihat dari total perdagangan dan GDP yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa peningkatan nilai perdagangan barang Cina keseluruh dunia meningkat tiap tahunnya, dimana pada tahun 2012, nilai perdagangan barang Cina mencapai angka senilai 2 triliun US Dollar. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu faktor terpenting terhadap pertumbuhan ekonomi Cina yang berimbas pada peningkatan power Cina, khususnya berdasarkan aspek ekonomi yang dilihat dari nilai GDP.
Dari grafik dan tabel diatas, terlihat bahwa total nilai GDP Cina mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2010, Cina telah menyalip Jepang sebagai negara kedua terbesar dalam ukuran GDP. Fenomena ini menjadi gambaran bagaimana pertumbuhan dan pembangunan Cina yang pesat telah mampu mengungguli Jepang yang telah lebih dahulu melakukan pembangunan sebelum Cina. Selain itu, terlihat pula bahwa Cina kini telah mengungguli kekuatan-kekuatan besar dunia seperti Jerman, Inggris, dan Perancis berdasarkan total nilai GDP, yang mana hal ini kemudian berimbas pada kapabilitas power Cina serta posisinya dalam sistem internasional.
Selain itu, faktor yang juga banyak mempengaruhi pertubuhan dan pembangunan Cinakhususnya pada bidang ekonomi pada dekade terakhir adalah pasca bergabungnya Cina dalamorganisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) pada Desember 2001. Bergabungnya Cina ke dalam WTO bukan tanpa alasan, karena pada hakekatnya, sebelum bergabung dalam organisasi perdagangan internasional tersebut, pada tahun 1993 situasi perekonomian Cina mengalami penurunan, khususnya setelah diberlakukannya reformasi ekonomi Cina dengan menerapkan systemsocialist market economy. Pada tahun 1992, pertumbuhan perekonomian Cina meningkat sebesar 14,2%, namun menjadi 10,5% di tahun 1995. Selain itu, krisis finansial Asia juga mengakibatkan angka pertumbuhan ekonomi Cina kembali menurun, dengan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 9,6% pada 1996, dan 7,1% ditahun 1999. Fenomena ini juga berdampak pada penurunan tingkat Foreign Direct Investment (FDI) Cina, yang mana FDI merupakan motor penggerak terbesar Cina saat itu. Hal ini yang kemudian mendorong Cina secara terpaksa untuk begabung dalam WTO, guna memulihkanperekonomiannya.
Meski reformasi ekonomi yang kini dijalankan oleh Cina merupakan transportasi dalam mencapai modernisasi, namun hanya terdapat empat aspek yang melalui tahap modernisasi, yaitu modernisasi terhadap agrikultur, industri, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pertahanan nasional. Dalam hal ini, modernisasi terhadap sistem sosial-politik tidak dilakukan, meski Partai Komunis Cina telah banyak melalui perubahan dalam perkembangannya yang mana telah menetapkan untuk melakukan reformasi ekonomi pada 1978. Hal tersebut dikarenakan, Cina memiliki tanggung jawab terhadap ideologinya, dimana tiap perubahan harus dengan tujuan membangun dan tidak merusak nilai sosialisme dan posisi Partai Komunis Cina.
D. PERDAGANGAN ANTAR NEGARA
Pada era globalisasi ini, suatu negara dituntut untuk dapat menguasai teknologi,mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam hal ekonomi dan pasar, serta rakyat yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi akan IPTEK dan modernisasi. Kerjasama perdagangan dan ekonomi dengan China dalam rangka Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) membawa implikasi besar terhadap industri dalam dan luar negeri. China merupakan salah satu negara yang paling mendapat perhatian ASEAN karena kekuatan ekonominya. Di tahun 2010, kekuatan ekonomi China berhasil melampaui Jepang setelah beberapa tahun sebelumnya melampaui Jerman, Perancis, dan Inggris. Hal ini menunjukkan bahwa China tumbuh menjadi negara yang menunjukan peningkatan ekonomi yang di atas rata-rata, mampu bertahan dari goncangan krisis ekonomi dunia pada akhir abad ke 20. China mampu menjadi seperti sekarang karena beberapa faktor, seperti aspek politik,ekonomi, sosial, dan budaya yang juga memiliki peranan yang sangat penting dalam kemajuan China. Selain itu faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah China pandai memanfaatkan peluang dalam perdagangan.
Asean-China Free Trade Agreement merupakan kesepakatan antara negara- Negara ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tariff maupun non-tarif, peningkatan aspek pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, dan sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong perkonomian para pihakACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China. Inisiatif untuk bekerjasama dalam pengembangan ekonomi datang dari Cina. Perkembangan ekonomi Cina tampaknya tidak terbendung untuk menjadi perekonomian terbesar di dunia dalam dua atau tiga dekade ke depan. Harga produk yang murah dan jenis produk yang bervariasi serta dukungan penuh pemerintah Cina membuat produk Negara lain sangat sulit untuk bersaing. Pemerintah Amerika Serikat pun pada mulanya berupaya melindungi perekonomian dalam negerinya dan berusaha menekan Cina, antara lain untuk membiarkan mata uang renminbi menguat dan mengurangi surplus perdagangan.
Dalam perkembangannya, AS harus realistis bahwa Cina tidak dapat lagi ditekan dan lebih baik bekerjasama dalam memulihkan perekonomian dunia dari krisis global. Pada tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China Free Trade Agreement untuk jangka waktu 10 tahun kedepan. ACFTA dirancang oleh para kepala negara anggota ASEAN pada pertemuan puncak ASEAN dan Republik Rakyat Cina pada tanggal 6 November 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam. Dalam prosesnya, negosiasi tersebut akan berlanjut melalui tahapan-tahapan. Satu tahun berikutnya, yaitu tahun 2002, pemimpin ASEAN dan China siap menandatangani kerangka perjanjian Comprehensive Economic Cooperation (CEC), yang didalamnya terdapat pula diskusi mengenai Free Trade Area (FTA).
Kerangka Persetujuan CEC berisi tiga elemen yaitu liberalisasi, fasilitas, dan kerjasama ekonomi. Elemen liberalisasi meliputi barang perdagangan, servis atau jasa 24 dan investasi. Tidak diragukan lagi bahwa proposal yang ditawakan oleh China sangat menarik karena China dan ASEAN sama-sama melihat kemungkinan besar akan adanya pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan dengan perjanjian tersebut. Sebagai titik awal proses pembentukan ACFTA para kepala negara kedua pihakmenandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4November 2002. Protokol perubahan Framework Agreement ditandatangani oleh menteri-menteri ekonomi ASEAN-RRC pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali, Indonesia. Protokol perubahan kedua Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006.
Pelaksanaan perdagangan bebas dalam ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)di Indonesia secara regulasi telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China, sebagaimana telah diratifikasi,membentuk peraturan perundangan yang berkaitan dengan ACFTA melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004, pada tanggal 15 Juni 2004. Didalam framework tersebut disepakati penetapan pembentukan perdagangan bebas untuk barangpada tahun 2004, sektor jasa tahun 2007, dan investasi tahun 2009. Sementara dari sisi kesiapan perdagangan bebas bagi ASEAN juga berlaku bertahap. Perdagangan bebas mulai berlaku tahun 2010 antara Cina dengan ASEAN-6 yaitu untuk Indonesia, Singapura, Thailand,Malaysia, Philipina, dan Brunei. Sementara tahun 2015 berlaku bagi Cina dengan ASEAN-4yaitu Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar. Beberapa isu yang terkait perkembanganACFTA, khususnya di Indonesia. Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan Cina. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, yang disebut dengan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA).
E. HAMBATAN-HAMBATAN PERDAGANGAN ANTAR NEGARA
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara- negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.
- LANDASAN HUKUM
Dalam membentuk ACFTA, para Kepala Negara Anggota ASEAN dan China telah menandatangani ASEAN - China Comprehensive Economic Cooperation pada tanggal 6 Nopember 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam.
Sebagai titik awal proses pembentukan ACFTA para Kepala Negara kedua pihak menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 Nopember 2002. Protokol perubahan Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali, Indonesia. Protokol perubahan kedua Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006.
Indonesia telah meratifikasi Ratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004.
Setelah negosiasi tuntas, secara formal ACFTA pertama kali diluncurkan sejak ditandatanganinya Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism Agreement pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos.
Persetujuan Jasa ACFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT ASEAN di Cebu, Filipina, pada bulan Januari 2007. Sedangkan Persetujuan Investasi ASEAN China ditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN tanggal 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand.
- TUJUAN ASEAN China-FTA
1. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi antara negara-negara anggota.
2. Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi.
3. Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota.
4. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam –CLMV) dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota.
- PERSETUJUAN PERDAGANGAN JASA
Persetujuan Jasa ACFTA telah berlaku efektif sejak Juli 2007. Dengan adanya Persetujuan ini para penyedia jasa dikedua wilayah akan mendapatkan manfaat perluasan akses pasar jasa sekaligus national treatment untuk sektor dan subsektor yang dikomitmenkan oleh masing-masing Pihak ACFTA.
Paket Pertama Persetujuan Jasa ACFTA mencakup kurang lebih 60 subsektor tambahan dari komitmen para Pihak di GATS/WTO. Dari sudut pandang tingkat ambisi liberalisasi, Paket Pertama tersebut mencerminkan tingkat komitmen yang cukup tinggi dari seluruh 4 moda penyediaan jasa baik cross-border supply, consumption abroad, commercial presence, dan movement of natural persons.
Disamping memberikan manfaat dari meningkatnya arus perdagangan jasa antara kedua wilayah, Persetujuan Jasa diharapkan akan mendorong peningkatan investasi khususnya pada sektor-sektor yang telah dikomitmenkan oleh para Pihak seperti : (a) business services such as computer related services, real estate services, market research, management consulting; (b) construction and engineering related services; (c) tourism and travel related services; (d) transport services; educational services; (e) telecommunication services; (f) health-related and social services; (g) recreational, cultural and sporting services; (h) environmental services; dan (i) energy services.
F. PERAN KURS VALUTA ASING DALAM PEREKONOMIAN LUAR NEGERI CHINA
Kurs tengah yuan renminbi terhadap dolar Amerika kemarin untuk pertama kali menembus garis psikologi 8 lawan 1 dengan mencatat rekor tertinggi sejak Tiongkok menghidupkan reformasi mekanisme pembentukan kurs bulan Juli tahun lalu. Harga yuan kemarin mencatat angka 7,9982 yuan ditukar satu dolar Amerika. Sehubungan dengan itu, ahli yang terkait menyatakan, dalam waktu 10 bulan yang lalu, nilai tukar yuan telah mencatat kenaikan di atas 3,36 persen dalam fluktuasi naik turun. Ini menunjukkan bahwa nilai tukar yuan sudah memiliki fleksibilitas yang tinggi, dan serangkaian langkah deregulasi devisa yang digulirkan pemerintah pada masa akhir-akhir ini telah menarik semakin banyak perusahaan dan perseorangan untuk ambil bagian dalam pasar perdagangan yuan dan valuta asing, sehingga peran kekuatan pasar dalam mekanisme pembentukan kurs yuan meningkat. Berikut laporan wartawan kami.
Bank Rakyat Tiongkok sebagai bank sentral pertengahan bulan lalu telah melakukan penyesuaian kembali dalam taraf relatif besar atas kebijakan pengelolaan devisa Tiongkok dengan mengendurkan pembatasan penggunaan dana valuta asing oleh perusahaan dan masyarakat di bawah pos neraca berjalan. Langkah-langkah itu antara lain, perusahaan tidak perlu lagi surat izin untuk membuka rekening valuta asing, perusahaan diizinkan membeli devisa di muka untuk memudahkan pembayaran impor, batasan maksimal pembelian devia oleh penduduk daratan Tiongkok dinaikkan dari 8.000 dolar Amerika menjadi 20.000 dolar Amerika setiap orang tiap tahun, dan dilaksanakan pengelolaan jumlah maksimum tahunan.
Sementara itu, pemerintah melakukan penyesuaian kembali atas kebijakan pengelolaan devisa di bawah pos modal yuan. Berdasarkan pengumuman bank sentral Tiongkok, lembaga usaha sekuritas Tiongkok sudah diizinkan menggalang dana valuta asing di luar daratan Tiongkok dalam jumlah maksimum tertentu, serta berinvestasi di bursa sekuritas luar daratan Tiongkok; bank-bank dan perusahaan asuransi Tiongkok juga diizinkan menggalang dana yuan di daratan Tiongkok, dan setelah ditukar menjadi valuta asing boleh diinvestasikan untuk jenis produk keuangan dengan imbalan tetap di luar daratan Tiongkok. Ini berarti perusahaan dan penduduk Tiongkok boleh berinvestasi di pasar modal luar daratan Tiongkok melalui lembaga-lembaga keuangan tersebut.
Profesor Zhao Xijun dari Universitas Rakyat Tiongkok mengatakan, melakukan deregulasi penggunaan devisa agar perusahaan dan masyarakat lebih mudah menggunakan dana valuta asing atau berinvestasi di pasar modal luar daratan Tiongkok dengan menggunakan dana valuta asing, menguntungkan untuk mendatangkan lebih banyak peserta dalam pasar perdagangan yuan dan valuta asing, dan merupakan salah satu langkah konkret pemerintah Tiongkok untuk mendorong proses marketisasi mekanisme pembentukan nilai tukar yuan. Dikatakannya,
"Dengan langkah-langkah reformasi itu, skala konversi yuan dan valuta asing serta pelakunya telah bertambah, begitu pula jenis produk investasinya. Dengan demikian peran pasar dalam perdagangan yuan dan valuta asing menjadi semakin nyata, dan peran kedua pihak yang melakukan transaksi dalam penentuan harga menjadi semakin besar."
Mendorong kekuatan pasar mengambil peran lebih penting dalam mekanisme pembentukan nilai tukar yuan adalah tujuan penting pemerintah Tiongkok dalam reformasi mekanisme pembentukan nilai tukar dan ini juga menjadi salah satu fokus perhatian masyarakat internasional. Departemen Keuangan Amerika dalam laporannya beberapa hari lalu telah menyangkal isu tentang pemerintah Tiongkok memanipulasi nilai tukar yuan. Menteri Kuangan Amerika, John Snow mengatakan,
"Yuan harus menemukan sendiri nilainya yang sesuai dengan peran dominan pasar. Pemerintah Tiongkok juga menyatakan kesediaan untuk mendorong pasar mengambil peran lebih besar dalam mekanisme pembentukan nilai tukar yuan. Kami dengan gembira menyaksikan bahwa pemerintah Tiongkok sedang berupaya memperluas permintaan domestik, menyesuaikan kembali struktur produk ekspor dan melakukan reformasi lebih mendalam atas kebijakan nilai tukarnya. Tindakan-tindakan itu sejalan dengan tujuan Tiongkok untuk mendorong pembentukan nilai tukar agar lebih ditentukan pasar, dan kebijakan nilai tukar lebih fleksibel. Dan ini erat kaitannya dengan kepentingan Tiongkok untuk jangka panjang."
INFORMASI KURS
SUMBER :
1. Unknown, "Pertumbuhan Ekonomi RRT", http://www.kemlu.go.id/beijing/Documents/Informasi%20Dasar%20RRT.pdf [diakses tanggal 18 April 2015]
2. Unknown, 2013, "Angka Kemiskinan China Turun", http://www.koran-jakarta.com/?2237-angka%20kemiskinan%20china%20turun [diakses tanggal 18 April 2015]
3. Unknown, "ASEAN China-Free Trade Area", http://ditjenkpi.kemendag.go.id/Umum/Regional/Win/ASEAN%20-%20China%20FTA.pdf [diakses tanggal 18 April 2015]
4. 2006, "Peran Kekuatan Pasar Meningkat Dalam Mekanisme Kurs Yuan", http://indonesian.cri.cn/1/2006/05/16/1@43316.htm [diakses tanggal 19 April 2015]
5. 2005, "Informasi Kurs", http://www.bi.go.id/id/moneter/informasi-kurs/transaksi-bi/Default.aspx [diakses tanggal 20 April 2015]